Sabtu, 16 Februari 2013

SEJARAH GERAKAN KOPERASI


Dengan dihapuskannya peraturan tanam paksa dan dijalankannya system ekonomi liberal di Belanda, maka mengalir pemodal-pemodal ke Indonesia, terutama perkebunan,perdagangan, dan perkapalan. Namun hal ini tidak membawa dampak positif bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, hal ini menyebabkan :


1.      Pendidikan rendah, sehingga kemampuan juga rendah
2.      Kebutuhan kecil, sehingga tidak ada dorongan untuk maju
3.      Taraf kesehatan rendah, sehingga mempengaruhi semangat kerja
Dengan adanya politik etis (politik balas budi) maka kemiskinan rakyat mulai disadari oleh masyarakat Belanda.  Seorang patih di Purwokerto, yaitu Raden Aria Wiraatmaja yang mempunyai rasa social yang tebal, sangat tertarik dengan keadaan pegawai negeri yang hidup dalam tekanan hutang. Atas dorongan atasannya Tuan E. Sieburgh (Kepala Daerah Belanda di Purwokerto pada tahun 1891) mendirikan sebuah bank yang disebut Bank Simpan-Tolong. Dengan bantuan diam-diam dari atasannya, Raden Aria juga menggunakan ruang Masjid untuk tujuan tersebut. Akhirnya setelah ada larangan secara resmi, ia berusaha mengumpulkan uang sejumlah 4000 gulden guna melanjutkan usaha bank itu. Dewolff Van Westerrede yang kemudian (1898) menggantikan Sieburgh, mencita-citakan tolong dan bank tani Purwokerto (Purwokertose Hulf, Spaar en Landbouwcrediet Bank). Bank inilah yang merupakan pelopor dari Bank rakyat yang dibentuk kemudian. Sebenarnya bukanlah Bank semacam itu yang diingingkan oleh Dewolf Van Westerrede. Ketika kembali dari liburan di Eropa, dimana ia dengan seksama mempelajari koperasi kredit modal Raiffeisen, Dewolff berusaha mendirikan badan semacam itu di Indonesia ini. Menurut pendapat Dewolff  keadaan untuk itu sangat baik di Jawa, sebab telah terdapat kebiasaan bekerja sama yang sangat tebal dikalangan penduduk. Ternyata cita-cita Dewolff Van Westerrede itu tidaklah berjalan seperti yang diidamkannya. Bersama dengan dirobahkannya Bank Simpan Tolong menjadi Bank yang juga melayani masyarakat tani. Ia mendirikan 250 lumbung, dimana terbuka kemungkinan bagi masyarakat untuk meminjam padi dalam musim paceklik (grain bank) modalnya diperoleh dari zakat. Pengurusnya diserahkan kepada petugas-petugas desa dan pemuka-pemuka desa lainnya. Maksudnya ialah, lumbung ini akan dijadikan koperasi kredit dan Bank Simpan-Tolong sebagai pusatnya. Percobaan ini gagal karena banyak-banyak terjadi kecurangan dan kurangnya pengalaman, disamping itu usaha ini dilakukan dengan sangat tergesa-gesa dan lebih mementingkan kuantitas daripada kualiras.
Sementara itu, kebutuhan adanya bahan perkreditan petani tetap mendesak, karenanya agar dia dapat memusatkan pikiran khusus membentuk badan perkreditan menurut modal purwokerto, maka dalam tahun 1900 Dewolff dibebaskan dari tugasnya sebagai pamongraja dan diberi tugas khusus memimpin pembentukan Bank tersebut.
Sejak saat itu, tiap-tiap daerah didirikan Bank daerah dan sebuah lumbung desa, jumlahnya waktu itu ribuan. Saat itu, Bank daerah berdiri sendiri, tidak ada koordinasi. Sehingga pada tahun 1930-an terjadi depresi hebat sehingga Bank tersebut banyak yang bangkrut. Pada tahun 1934 pemerintah menyatukan Bank-Bank tersebut dan merubahnya menjadi Bank Rakyat. Walaupun belum dapat dijalankan. Namun ide tuan Dewolff yang mencita-citakan koperasi kredit tetap mendapat perhatian. Hal ini diperkuat dengan berhasilnya koperasi kredit di Nederland dan kemudian di India, sehingga mempertebal keyakinan bahwa di Indonesia hal itu dapat juga diwujudkan.


Tidak ada komentar: